
Jenewa, 26 Oktober 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Pemerintah Indonesia menarik perhatian dunia internasional. Dalam forum bergengsi The Sixteenth Session of the United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD 16) di Markas Besar PBB, Jenewa, program tersebut diangkat sebagai contoh nyata bagaimana kebijakan sosial dapat sejalan dengan pembangunan ekonomi dan perdagangan yang inklusif.
Dalam sesi khusus bertajuk “From Trade to Table: Leveraging Integrated Trade-Development to Ensure Sustainable and Resilient Food System and Nutrition Programs” yang digelar pada 22 Oktober 2025, delegasi Indonesia menegaskan bahwa perdagangan global tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus menjamin akses pangan bergizi, aman, beragam, dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
Wakil Menteri Bappenas, Febrian Ruddyard, menjelaskan bahwa program MBG mencerminkan paradigma baru pembangunan nasional Indonesia. Program ini menempatkan manusia sebagai pusat pertumbuhan dengan menekankan pentingnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.
“Melalui MBG, Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan sosial dapat berjalan seiring dengan strategi perdagangan dan investasi. Program ini memperkuat rantai pasok lokal, memberdayakan pelaku usaha kecil, dan memastikan pertumbuhan ekonomi memberi manfaat langsung bagi masyarakat,” ujar Febrian dalam keterangan resminya, Senin (26/10).
Ia menambahkan, pengalaman Indonesia ini sejalan dengan semangat UNCTAD 16, yang menyoroti pentingnya transformasi ekonomi yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. “Pendekatan berbasis permintaan seperti MBG bisa menjadi model bagi negara berkembang lainnya untuk memastikan perdagangan berkontribusi terhadap k esejahteraan, bukan sekadar angka pertumbuhan,” tegasnya.
Program MBG menjadi contoh konkret bagaimana kebijakan perdagangan dapat menjadi instrumen untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Pendekatan demand-driven (berbasis permintaan) yang diterapkan MBG menciptakan pasar yang stabil bagi produk pangan lokal seperti beras, ikan, telur, dan sayur dari petani, nelayan, peternak, hingga pelaku UMKM di berbagai daerah.
Permintaan yang terstruktur dan berjangka panjang dari program MBG mendorong peningkatan produktivitas, mempercepat transfer teknologi, serta membentuk rantai pasok yang tangguh di tingkat daerah.
“Selain sektor pangan, MBG juga akan memberikan multiplier effect pada sektor lain seperti industri pengolahan, logistik, keuangan, konstruksi, hingga teknologi digital,” ungkap Pungkas Bahjuri Ali, Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas.
Menurut data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia tahun 2023, terdapat lebih dari 66 juta pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Melalui program MBG, UMKM memiliki peluang lebih besar untuk berperan aktif dalam rantai pasok bahan pangan bergizi bagi anak-anak sekolah dan kelompok rentan.
Dengan demikian, MBG tidak hanya meningkatkan kualitas gizi generasi muda Indonesia, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal, membuka lapangan kerja baru, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah. Pendekatan ini membentuk ekosistem pangan yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan.
Program MBG juga menjadi salah satu bentuk konkret implementasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama pada tujuan ke-2 (Tanpa Kelaparan), tujuan ke-8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), serta tujuan ke-12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Meskipun mendapat apresiasi, berbagai pihak juga menyoroti tantangan dalam memperkuat ketahanan pangan domestik. Isu seperti ketersediaan stok, stabilitas harga, serta kapasitas produksi petani, nelayan, dan peternak masih perlu diperkuat.
Karena itu, penguatan kolaborasi lintas sektor menjadi hal yang mendesak. Pemerintah menekankan pentingnya keterlibatan sektor swasta, lembaga keuangan, serta dunia pendidikan untuk memperkuat inovasi dan efisiensi sistem pangan nasional.
“Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam membangun sistem pangan yang sehat, tangguh, dan berkelanjutan,” kata Febrian menegaskan.
Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dunia. Di antaranya Ms. Luz Maria de la Mora dari UNCTAD, Ms. Braulio Morera dari World Economic Forum (WEF), Ms. Shannon Howard dari World Food Programme (WFP), Ms. Afshan Khan dari Scaling Up Nutrition (SUN) Movement, serta Bapak Sarwono dari Badan Gizi Nasional (BGN).
Para narasumber menyoroti bahwa pengalaman Indonesia melalui MBG bisa menjadi inspirasi bagi negara lain dalam menciptakan sistem pangan global yang lebih adil dan tangguh terhadap krisis.
Mereka juga sepakat bahwa perdagangan internasional harus berperan sebagai penggerak utama dalam mewujudkan ketahanan pangan dunia, bukan sebagai sumber ketimpangan.
Pujian terhadap MBG di forum internasional ini menjadi bukti bahwa pendekatan pembangunan Indonesia mulai diakui dunia. Dengan menempatkan gizi, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas, Indonesia menegaskan komitmennya untuk membangun ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Ke depan, Pemerintah Indonesia berkomitmen memperluas jangkauan MBG, memperkuat kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga internasional, serta memastikan bahwa setiap anak bangsa memiliki akses yang sama terhadap makanan bergizi dan berkualitas.
“Makan Bergizi Gratis bukan hanya soal memberi makan, tapi tentang membangun masa depan,” tutup Febrian Ruddyard.***
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Indonesia mendapat sorotan positif di forum UNCTAD 16 di Jenewa. Indonesia dinilai sukses menghubungkan kebijakan sosial dengan pembangunan ekonomi dan perdagangan inklusif.